contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Rabu, 07 Januari 2009

Kita semua tentu masih ingat bagaimana setahun yang lalu, tunggal putri Denmark Camilla Martin yang menjadi juara dunia tunggal putri tahun 1999. Seperti layaknya beberapa pemain, sesudah menjadi juara di sebuah kejuaraan bergengsi, maka pelan namun pasti, prestasi segera mengalami penurunan yang cukup signifikan. Entah apa yang terjadi memanglah masih sebuah misteri, karena beberapa pemain memiliki alas an yang berbeda mengapa mereka mengalami hal tersebut.

Namun yang menarik saat itu adalah, sebuah kenyataan yang mengatakan bahwa terjadi gap yang cukup jauh antara Camilla Martin dengan tunggal kedua mereja yang pada saat itu adalah Tine Rasmussen, apalagi dengan tunggal ketiga mereka yang salah satunya adalah Camilla Sorensen. Saat itu Tine seakan akan tenggelam dalam bayang bayang Camilla Martin dan tidak terlalu bagus dalam penampilannya.

Kemarin, saya berkesempatan melakukan wawancara dengan Morten Fross Hansen. Dia mengatakan bahwa apa yang terjadi di era Camilla Martin, kembali lagi terjadi di era Tine Rasmussen. Saat ini bias dikayakan ada gap yang bahkan menurutnya lebih jauh antara Tine dengan Nana Brosolat apalagi dengan Camilla Sorensen yang stagnant dan tidak mengalami kemajuan berarti. Inilah yang menjadi penyebab kegagalan tim Denmark pada saat Sudirman Cup 2005 di Anaheim Amerika Serikat pada saat menghadapi Indonesia. Kita masih ingat saat itu Tine harus memberikan kesempatan kepada Camilla Sorensen karena dia mengalami cedera dan digantikan oleh Camilla Sorensen yang berhadapan dengan Fransisca Ratnasari.

Untuk kedepan, memang Morten Fross Hansen akan lebih memboost up tim junior untuk bisa segera naik dan menggantikan senior mereka yang sudah tidak mungkin lagi diharapkan untuk mendulang prestasi cemerlang karena faktor usia. Termasuk di lini putra mereka yang juga mengalami gap yang cukup jauh antara Peter Gade , Kenneth Jonassen dengan Joachim Persson dan Jan O Jorgensen. Hal in imengulang masa masa Poul Erik Hoyer Larsen yang saat itu bisa dikatakan sendiri saja bersaing dengan tunggal putra dari Indonesia, China dan Malaysia. Dia-pun berhasil meraih emas pertama tunggal putra bulutangkis untuk Denmark.

Lalu di nomor ganda pun bernasib sama, mereka sejak dahulu melakukan perombakan pasangan untuk melakukan mix and match dan tidak ada yang menjadi pasangan tetap. Satu dekade yang lalu kita mengenal pasangan Rikke Olsen / Helena Kikegaard dan juga ada Marlene Thompson / Lisbet Stuer Lauridsen yang cukup memberikan persaingan yang cukup ketat. Bahkan walau saat itu ada pasangan raksasa Ge Fei/Gu Jun dan Gil Young Ah/Jang Eye Hock, pasangan Olsen/Helena menembus semifinal Olimpiade Atlanta 1996.

Di nomor ganda putra, dahulu mereka memang sempat memiliki Jon Holst Cristensen/Thomas Lund dan Michael Sogaard/Henrik Svarrer, namun pun tidak terlalu berprestasi, bahkan bisa dikatakan ganda putra mereka saat ini Paaske/Rasmussen lebih mencuat disbanding pendahulunya. Di nomor ganda campuran Michael Sogaard berpasangan dengan Rikke Olsen sempat menembus semifinal Olimpiade Sydney 2000.

Para masa mereka masih bersaing di kancah perbulutangkisan dunia, mereka bisa dikatakan meninggalkan junior mereka tenggelam bak di telan bumi. Karena pada saat itu Peter Gade tidak membayang bayangi Poul Erik, menandakan bahwa ketika para senior itu masih aktif, para junior bak tidur tidak memperlihatkan aksi mereka di beberapa turnamen yang kala itu masih disebut Grand Prix. Nah sekarang semua itu sepertinya berulang dan terjadi lagi. Apakah ini semua memang tradisi atau hanyalah kebetulan? Mari kita lihat perkembangan pemain pemain junior dari Denmark.

0

0 komentar:

Shopping Online

Powered By Blogger

Dr kecil udah ska ikut nyokap badminton,, alhasil jd gni dech ktularan suka hehe...Sempet masuk SGS Elektrik tp udah kluar skarang heuh nyesel bgt :D


About Me

Links

Followers